KBRN, Tahuna : Kepolisian Resort Kepulauan Sangihe merilis kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Dana Desa (Dandes).
Oknum mantan Penjabat (Pj) Kapitalaung Kampung Binebas, Kecamatan Tabukan Selatan, berinisial SB (42), ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Dana Desa Tahun anggaran 2019 dan 2020.
Dalam konferensi pers yang dipimpin Wakil Kepala Kepolisian Resort (Waka Polres), AKBP Alfrets L. Tatuwo, S.Sos. di dampingi Kasat Reskrim Iptu.Royke Mantiri, SH.MH.
Waka Polres pada kesempatan itu mengatakan bahwa Berdasarkan hasil gelar perkara di Ditreskrimsus Polda Sulut pada 13 Februari 2025, SB diduga menyalahgunakan kewenangan sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan kampung (PKPKK).
“Dari hasil penyelidikan terungkap bahwa SB melakukan sejumlah penyimpangan dalam pengelolaan anggaran Dana Desa Kampung Binebas,” ucap Tatuwo.
Lanjut dikatakannya bahwa SB melakukan belanja fiktif dan pengeluaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu menganggarkan biaya untuk kegiatan fiktif dalam dokumen APBKAM, mengambil dan menggunakan Dana Desa tidak sesuai peruntukan, termasuk sejumlah pembangunan yang tidak ada realisasinya.
“Ada sejumlah paket pekerjaan, seperti 15 unit Jamban, penyertaan modal ke BUMDes, pembangunan gedung perpustakaan, pengadaan laptop, printer dan sarana olahraga fiktif, serta dana BLT, pengadaan fiktif, dan cadangan bulan Januari 2021 yang tidak ada pertanggungjawabannya,” ujarnya.
Dalam konferensi pers yang bertempat di Aula Polres Sangihe, juga dirinci hasil audit Inspektorat Daerah Kepulauan Sangihe, total kerugian negara akibat perbuatan SB mencapai Rp 619.532.810.
Rinciannya pada tahun 2019 sebesar Rp356.505.834 dan Rp263.026.976 pada tahun 2020.
Selain menahan tersangka sampai 20 hari kedepan, Polres Sangihe juga menyita sejumlah barang bukti berupa dokumen APBKAM dan LPJ tahun 2019-2020, rekening kas desa, nota pembelian bahan material, serta beberapa barang fisik seperti pintu,kusen aluminium dan kloset jongkok.
Tersangka SB dijerat dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. (Ant.L)
Sumber :
- https://rri.co.id/daerah/1332949/polres-tahan-mantan-pj-kapitalaung-binebas-dalam-kasus-korupsi, Tahuna, 18 Februari 2025
- https://manadopost.com/2025/02/18/polres-sangihe-ungkap-korupsi-dana-desa-asn-terancam-20-tahun-penjara/, Tahuna, 18 Februari 2025
Catatan:
Pengelolaan Dana Desa diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa), yang pada Pasal 26 mengatur tugas kepala desa yaitu menyelenggarakan pemerintahan, Pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat di desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk melaksanakan tugas tersebut, kepala desa berwenang:
- memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa;
- mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa kepada bupati/walikota;
- memegang kekuasaan pengelolaan keuangan dan aset desa;
- menetapkan peraturan desa;
- menetapkan anggaran pendapatan dan belanja desa;
- membina kehidupan masyarakat desa;
- membina ketentraman dan ketertiban masyarakat desa;
- membina dan meningkatkan perekonomian desa serta mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat desa;
- mengembangkan sumber pendapatan desa;
- mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa;
- mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat desa;
- memanfaatkan teknologi tepat guna;
- mengoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif;
- mewakili desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kemudian pada Pasal 26 ayat (4) huruf f disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas tersebut kepala desa wajib melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang akuntabel, transparan, professional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme.
Pasal 29 UU Desa menyatakan bahwa kepala desa dilarang:
- merugikan kepentingan umum;
- membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, phak lain, dan/atau golongan tertentu;
- menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya;
- melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan masyarakat tertentu;
- melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat desa;
- melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
- menjadi pengurus partai politik;
- menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang;
- merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota badan permusyawaratan desa, anggota DPR, DPRD, DPD, DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan;
- ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah;
- melanggar sumpah/janji jabatan; dan
- meninggalkan tugas selama 30 (tiga) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Selanjutnya pada Pasal 71 UU Desa diatur bahwa keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa, yang menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan, dan pengelolaan Keuangan Desa.
Bahwa sebagaimana diatur pada Pasal 74 UU Desa, belanja desa diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan yang disepakati dalam Muasyawarah Desa dan sesuai dengan prioritas Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah, termasuk pemberian insentif bagi rukun tetangga dan rukun warga sesuai dengan pertimbangan kemampuan keuangan daerah. Kebutuhan pembangunan dimaksud meliputi, tetapi tidak terbatas pada kebutuhan primer, pelayanan dasar, lingkungan, dan kegiatan pemberdayaan masyarakat Desa.